Pembaruan terakhir: Senin, 07 Oktober 2024

8 Nilai-Nilai Utama Mahkamah Agung RI

8 Nilai Utama MA

 

1.KEMANDIRIAN
Kemandirian Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945).
Kemandirian Institusional: Badan Peradilan adalah lembaga mandiri dan harus bebas dari intervensi oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Kemandirian Fungsional: Setiap hakim wajib menjaga kemandirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Artinya, seorang hakim dalam memutus perkara harus didasarkan pada fakta dan dasar Hukum yang diketahuinya, serta bebas dari pengaruh, tekanan, atau ancaman, baik langsung ataupun tak langsung, dari manapun dan dengan alasan apapun juga.

Selengkapnya...

Mengurai Kebenaran Di Antara Kebohongan yang Berserakan

Secara umum, di antara hal yang dituntut oleh proses pengadilan adalah pengungkapan fakta, konstruksi atau penentuan kebenaran. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kebohongan yang dilakukan di dalam pengadilan dianggap lebih serius dibandingkan dengan kebohongan yang dilakuan di luar pengadilan. Sumpah adalah kewajiban berkata jujur dan dipakai sebagai mekanisme untuk melibatkan Tuhan dalam suatu perkara tidak hanya sebagai hakim, namun sekaligus sebagai penghukum, menjadikan Tuhan sebagai penjaga keadilan dan eksekutor - manusia sebagai despot dan Tuhan sebagai budaknya

( Jeremy Bentham, 1843: 192 )

“Saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang benar tidak lain dari yang sebenarnya" adalah redaksi dari sumpah seorang saksi yang dipandu oleh Hakim sebelum kesaksiannya diambil dalam persidangan. Upaya melibatkan Tuhan dalam persoalan sekuler adalah bentuk keterbatasan manusia untuk menyingkap sebuah misteri kebenaran, sebuah metode yang jika sekiranya seorang saksi tidak takut oleh ancaman pidana 7 tahun dalam memberikan keterangan yang palsu paling tidak seorang saksi takut kepada Tuhan, dimana kapasitas saksi sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yakni orang yang mengalami, melihat dan mendengar secara langsung suatu kejadian yang menjadi tindak pidana.

Berikut Unsur-unsur Pasal 242 KUHP, adalah:

  1. Sengaja memberikan keterangan di bawah sumpah yang tidak benar.
  2. Keterangan diberikan secara lisan atau tulisan.
  3. Keterangan yang diberikan itu bertentangan dengan apa yang dilihat, didengar atau dirasakan, serta mendiamkan kalau keterangannya itu sebenarnya palsu

Akan tetapi, untuk menerapkan Pasal 242 ayat (1) KUHP tetap memperhatikan ketentuan Pasal 174 KUHAP :

  1. Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
  2. Apabila saksi tetap pada keterangannya, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa, dapat memberikan perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
  3. Dalam hal yang demikian, oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang, serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.
  4. Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.

Selengkapnya...

Pencarian

Informasi Cepat

  • 1

Form Penilaian Personal Penyandang Disabilitas

Disabilitas

Klik Disini

JAM PELAYANAN

Jam Pelayana Kantor PN PINRANG

/** disableklikkanan**/